TANA TORAJA
Tana Toraja terletak di kabupaten Sulawesi Selatan, keindahannya terletak pada kebudayaan mereka yang masih sangat kental terhadap peninggalan leluhur mereka, satu dari sebagian banyak kebudayaan yang ada di Indonesia. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh Koes Hadinoto pada tahun
1989, susunan obyek wisata Tana Toraja terdiri atas: panorama alam,
kebudayaan dan pola kehidupan masyarakat, peninggalan sejarah dan
kepurbakalaan, upacara ritual rambu tuka’ dan rambu solo, seni tari dan
kesenian, seni lukis, industri rumah dan kerajinan tangan.
Panorama alam nan indah sebagai ciri khas Tana Seribu Tongkonan ini,
terdiri atas bukit-bukit batu menjulang tinggi, lembah-lembah yang hijau
serta hamparan sawah yang berpetak-petak, sungguh merupakan anugerah
sang pencipta yang patut disyukuri. Bahkan perpaduan harmonis antara
alam yang indah dengan udara sejuk dan bersih ditandai oleh munculnya
kabut di pagi hari tersebut merupakan unsur pendukung sejumlah daya
pikat yang dimilikinya.
Di saat melintasi Kota Enrekang, kabupaten terakhir menjelang perbatasan Tana
Toraja.Akan disuguhkan panorama yang sangat cantik berupa rangkaian punggungan
gunung. Bila beruntung, anda akan menyaksikan sebuah bongkahan batu
raksasa yang menjulang ke angkasa, yang oleh warga setempat disebut
dengan Buttu Bampapuang.tak henti-hentinya wisata asing yang datang kesini untuk melihat keindahan pegunungan di perbatasan Tana Toraja, belum lagi betapa sejuknya kawasan ini.
KEUNIKAN TANA TORAJA
Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang
paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang,
maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal. Dalam agama aluk,
hanya keluarga bangsawan
yang berhak menggelar pesta pemakaman yang besar. Pesta pemakaman
seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ribuan orang dan berlangsung
selama beberapa hari. Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante
biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai
tempat pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan
berbagai perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang
ditinggalkan. Musik suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan
ratapan merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja
tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin,
dan orang kelas rendah.
Upacara pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah
berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian
yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat
mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya pemakaman.Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan
tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju Puya (dunia arwah). Dalam masa penungguan itu, jenazah
dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah tongkonan.
Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara
pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke Puya.
Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau. Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok.
Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu
pemiliknya, yang sedang dalam "masa tertidur". Suku Toraja percaya bahwa
arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan akan lebih
cepat sampai di Puya jika ada banyak kerbau. Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi
merupakan puncak upacara pemakaman yang diringi musik dan tarian para
pemuda yang menangkap darah yang muncrat dengan bambu panjang. Sebagian
daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena hal itu
akan dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum.
Ada tiga cara pemakaman: Peti mati dapat disimpan di dalam gua, atau di makam batu berukir, atau digantung di tebing.
Orang kaya kadang-kadang dikubur di makam batu berukir. Makam tersebut
biasanya mahal dan waktu pembuatannya sekitar beberapa bulan. Di
beberapa daerah, gua batu digunakan untuk meyimpan jenazah seluruh
anggota keluarga. Patung kayu yang disebut tau tau biasanya diletakkan di gua dan menghadap ke luar.
Peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing.
Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan
membuat petinya terjatuh.
Berikut adalah kuburan yang dibuat ubtuk menguburkan para bayi, bayi-bayi tersebut dimasukkan kedalam lubang yang ada di pohon ini lalu ditutup menggunakan ijuk serabut.
TONGKONAN
Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas
tumpukan kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan
kuning. Kata "tongkonan" berasal dari bahasa Toraja tongkon ("duduk").
Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang
berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual
suku Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut
serta karena Tongkonan melambangan hubungan mereka dengan leluhur
mereka.
Menurut cerita rakyat Toraja, tongkonan pertama dibangun di surga
dengan empat tiang. Ketika leluhur suku Toraja turun ke bumi, dia meniru
rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.
Pembangunan tongkonan adalah pekerjaan yang melelahkan dan biasanya
dilakukan dengan bantuan keluarga besar. Ada tiga jenis tongkonan.
Tongkonan layuk adalah tempat kekuasaan tertinggi, yang digunakan
sebagai pusat "pemerintahan". Tongkonan pekamberan adalah milik anggota
keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam adat
dan tradisi lokal sedangkan anggota keluarga biasa tinggal di tongkonan
batu. Eksklusifitas kaum bangsawan atas tongkonan semakin berkurang
seiring banyaknya rakyat biasa yang mencari pekerjaan yang menguntungkan
di daerah lain di Indonesia. Setelah memperoleh cukup uang, orang biasa
pun mampu membangun tongkonan yang besar.
MUSIK DAN TARIAN
Suku Toraja melakukan tarian dalam beberapa acara, kebanyakan dalam
upacara penguburan. Mereka menari untuk menunjukkan rasa duka cita, dan
untuk menghormati sekaligus menyemangati arwah almarhum karena sang
arwah akan menjalani perjalanan panjang menuju akhirat. Pertama-tama,
sekelompok pria membentuk lingkaran dan menyanyikan lagu sepanjang malam
untuk menghormati almarhum (ritual terseebut disebut Ma'badong). Ritual tersebut dianggap sebagai komponen terpenting dalam upacara pemakaman. Pada hari kedua pemakaman, tarian prajurit Ma'randing
ditampilkan untuk memuji keberanian almarhum semasa hidupnya. Beberapa
orang pria melakukan tarian dengan pedang, prisai besar dari kulit
kerbau, helm tanduk kerbau, dan berbagai ornamen lainnya. Tarian Ma'randing mengawali prosesi ketika jenazah dibawa dari lumbung padi menuju rante, tempat upacara pemakaman. Selama upacara, para perempuan dewasa melakukan tarian Ma'katia sambil bernyanyi dan mengenakan kostum baju berbulu. Tarian Ma'akatia
bertujuan untuk mengingatkan hadirin pada kemurahan hati dan kesetiaan
almarhum. Setelah penyembelihan kerbau dan babi, sekelompok anak lelaki
dan perempuan bertepuk tangan sambil melakukan tarian ceria yang disebut
Ma'dondan.
Seperti di masyarakat agraris lainnya, suku Toraja bernyanyi dan menari selama musim panen. Tarian Ma'bugi dilakukan untuk merayakan Hari Pengucapan Syukur dan tarian Ma'gandangi ditampilkan ketika suku Toraja sedang menumbuk beras. Ada beberapa tarian perang, misalnya tarian Manimbong yang dilakukan oleh pria dan kemudian diikuti oleh tarian Ma'dandan oleh perempuan. Agama Aluk mengatur kapan dan bagaimana suku Toraja menari. Sebuah tarian yang disebut Ma'bua hanya bisa dilakukan 12 tahun sekali. Ma'bua adalah upacara Toraja yang penting ketika pemuka agama mengenakan kepala kerbau dan menari di sekeliling pohon suci.
Alat musik tradisional Toraja adalah suling banbu yang disebut Pa'suling. Suling berlubang enam ini dimainkan pada banyak tarian, seperti pada tarian Ma'bondensan,
ketika alat ini dimainkan bersama sekelompok pria yang menari dengan
tidak berbaju dan berkuku jari panjang. Suku Toraja juga mempunyai alat
musik lainnya, misalnya Pa'pelle yang dibuat dari daun palem dan dimainkan pada waktu panen dan ketika upacara pembukaan rumah.
BAHASA
Ragam bahasa di Toraja antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae' , Talondo' , Toala' , dan Toraja-Sa'dan, dan termasuk dalam rumpun bahasa melayu-polinesia dari bahasa Austronesia.
Pada mulanya, sifat geografis Tana Toraja yang terisolasi membentuk
banyak dialek dalam bahasa Toraja itu sendiri. Setelah adanya
pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja menjadi
terpengaruh oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja.
UKIRAN KAYU
Bahasa Toraja hanya diucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan. Untuk menunjukkan kosep keagamaan dan sosial, suku Toraja membuat ukiran kayu dan menyebutnya Pa'ssura (atau "tulisan"). Oleh karena itu, ukiran kayu merupakan perwujudan budaya Toraja.
Setiap ukiran memiliki nama khusus. Motifnya biasanya adalah hewan dan tanaman yang melambangkan kebajikan, contohnya tanaman air seperti gulma air dan hewan seperti kepiting dan kecebong
yang melambangkan kesuburan. Hal Ini juga menunjukkan adanya
kebutuhan akan keahlian tertentu untuk menghasilkan hasil yang baik.
Keteraturan dan ketertiban merupakan ciri umum dalam ukiran kayu
Toraja (lihat desain tabel di bawah), selain itu ukiran kayu Toraja juga
abstrak dan geometris. Alam sering digunakan sebagai dasar dari ornamen
Toraja, karena alam penuh dengan abstraksi dan geometri yang teratur.Ornamen Toraja dipelajari dalam ethnomatematika
dengan tujuan mengungkap struktur matematikanya meskipun suku Toraja
membuat ukiran ini hanya berdasarkan taksiran mereka sendiri. Suku Toraja menggunakan bambu untuk membuat oranamen geometris.
pa'tedong (kerbau)
pa'barre allo (matahari)
me'limbongan (perancang legendaris)
pa're'po' sanguba (menari)
SOUVENIR TANA TORAJA
Anda juga akan disuguhkan toko souvenir khas Tana Toraja, bila anda berkunjung kesini, jangan lupa bawa oleh-oleh khas suku ini ya :)
Selamat memperoleh pengetahuan, semoga bermanfaat.
Jaga dan terus tetap lestarikan budaya kita. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar